Minggu, 31 Mei 2009

Meresmikan Era Baru ASEAN di Hua Hin

Deklarasi utama yang akan menjadi produk dari pertemuan puncak
(KTT) ke-14 ASEAN di Hua Hin, Thailand, itu adalah semacam panduan bagi
10 negara anggota ASEAN untuk mencapai cita-citanya mewujudkan suatu
identitas tunggal ASEAN sesuai Piagam ASEAN.



Deklarasi tersebut akan mencakup tiga cetak biru Komunitas ASEAN
yaitu cetak biru politik dan keamanan, cetak biru ekonomi ASEAN, serta
cetak biru sosial dan budaya.



Dalam cetak biru politik dan keamanan ASEAN akan diatur, antara
lain, upaya mendorong demokratisasi di kawasan, perlindungan dan
promosi HAM melalui pembentukan Badan HAM ASEAN, pemberantasan korupsi
dan pengaturan tentang ekstradisi.



Dalam cetak biru ekonomi ASEAN dibahas upaya kawasan untuk mencegah dampak krisis keuangan global.



Sedangkan cetak biru sosial budaya ASEAN membahas mengenai
pelestarian lingkungan hidup, perubahan iklim, pekerja migran,
toleransi antar umat beragama serta pelestarian dan promosi warisan
budaya.



Cetak biru sosial dan budaya disepakati karena sekalipun ASEAN akan
menuju suatu masyarakat tunggal ASEAN pada 2015 dan menolak segala
bentuk proteksionisme, kawasan tersebut sepakat untuk melindungi
warisan budaya guna mencegah insiden saling klaim warisan budaya yang
melibatkan sejumlah anggotanya.



Dalam kunjungannya ke Sekretariat ASEAN, Jakarta, pekan lalu,
Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva --yang negaranya mendapat
giliran sebagai Ketua ASEAN-- mengatakan bahwa ASEAN akan membangun
kemitraan yang lebih kuat dan lebih dinamis dengan mitra di dunia untuk
memelihara perdamaian dan kesejahteraan di kawasan berpedoman pada
Piagam ASEAN.



"Kami akan terus menjadi organisasi yang melihat ke luar dengan
mempererat integrasi regional dan bekerjasama dengan mitra-mitra di
dunia," kata Abhisit.



Dalam dunia yang saling terkait dan bergantung secara global satu
sama lain, katanya, tak ada negara atau kawasan yang dapat diisolasi
dari lingkungan internasional.



Menurut dia, ASEAN tak bisa melihat ke dalam dan harus terus
bergerak maju menghadapi tantangan dan ancaman yang cenderung bersifat
lintas batas dan kait-mengait dengan bagian lain.



Dikatakannya, krisis keuangan global yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa tak ada negara di kawasan itu yang kebal.



Ia menambahkan bahwa cara terbaik ASEAN untuk terus bergerak maju
ialah terus mempercepat kiprahnya dengan fokus pada tekad mewujudkan
cita-cita sebagai masyarakat ASEAN.


Hanya melalui ASEAN yang lebih terintegrasi, katanya, "kita dapat
berkompetisi secara global dan kita dapat menjamin masa depan yang
lebih baik bagi rakyat kita."



Semangat untuk menciptakan era baru ASEAN sesungguhnya telah
dimulai sejak dua tahun lalu ketika kelompok tokoh ulung ASEAN
berkumpul guna merumuskan rekomendasi bagi penyusunan Piagam ASEAN.



Tepat padausianya yang ke-40, forum kerja sama yang menaungi 10
negara Asia Tenggara --Brunei, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos,
Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, Vietnam-- itu merasa perlu
untuk meresmikan hubungan mereka ke tahapan yang lebih "serius" secara
hukum.



Sekalipun selama 40 tahun hidup berdampingan dalam satu payung
tanpa status hukum, negara-negara ASEAN tidak pernah terlibat dalam
suatu konflik terbuka berkepanjangan namun bukan berarti kehidupan
bertetangga itu tanpa friksi ataupun perseteruan.



Mulai dari ketegangan Indonesia-Malaysia yang dipicu kasus pekerja
migran hingga perseteruan Kamboja-Thailand memperebutkan candi Budha
Preah Vihear.



Salah satu hal yang rentan memicu ketegangan adalah ketidakpatuhan
salah satu negara anggota kepada kesepakatan yang telah disetujui oleh
kawasan.


Kesepakatan-kesepakatan ASEAN yang pada umumnya hanya berbentuk
konsensus memang relatif longgar sehingga ketaatan anggota terhadap
keputusan itu acap kali semata-mata hanya didasarkan pada niat baik.



Sekalipun, friksi itu tidak menghancurkan jalinan persahabatan yang
telah terbina sedemikian lama namun para pemimpin tertinggi 10 negara
ASEAN merasa sudah saatnya "ikatan" tersebut diberi status hukum yang
kuat sehingga ada suatu payung hukum yang jelas untuk mengawal "tingkah
polah" anggota ASEAN.



Menteri Luar Negeri RI Hassan Wirajuda mengatakan bahwa piagam
ASEAN akan menjadi instrumen yang berfungsi sebagai hukum dasar atau
kerangka kerja legal, namun akan tetap fleksibel sehingga dapat
beradaptasi dengan perubahan lingkungan.



Piagam itu, lanjut dia, akan dirancang untuk menjadi dasar bagi
organisasi antarpemerintah yang kohesif, kuat, dan berbasis-aturan,
namun tidak akan membentuk sesuatu yang supranasional sebagaimana Uni
Eropa.



Pengesahan pemberlakukan Piagam ASEAN pada 15 Desember 2008 di
Sekretariat ASEAN oleh para menteri luar negeri ASEAN, berubah dari
rencana semula oleh para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN seiring
penundaan KTT ke-14 ASEAN akibat krisis politik dalam negeri Thailand,
juga menjadi salah satu pertanda keseriusan ASEAN menyongsong era baru.



Pilihan ASEAN untuk memegang teguh komitmen bersama mengesahkan
pemberlakukan Piagam ASEAN sesuai jadwal setidaknya membawa citra baik
untuk keseriusan kawasan tersebut.



Lagipula pesatnya perkembangan jaman dan derasnya tantangan yang
dihadapi ASEAN seiring arus globalisasi dan keperluan guna menggalang
upaya bersama guna mengatasi krisis keuangan global membuat ASEAN tidak
memiliki pilihan lain.



ASEAN tidak dapat lagi menunda perkuatan kerangka institusionalnya
dalam rangka meningkatkan kinerjanya demi pencapaian cita-cita
mewujudkan kawasan yang aman, sejahtera dan damai.



Tahun 2009 menjadi momentum penting kawasan itu untuk menguji
ketangguhan Piagam ASEAN dalam menghadapi segala tantangan jaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar